Sunday 2 March 2014

Ketulusan Cinta Yang Abadi (Kisah Nyata Romantis)

Kali ini saya ingin cerita tentang sepasang suami istri yang konon adalah kisah nyata. Saya mengambilnya dari aplikasi Cerita Motivasi yang saya unduh dari google store.  Entahlah, saya memang suka sekali kisah ini.

Dan begitu mengharukannya, saya sampai hampir menangis lho. Memang sih agak-agak mirip sinetron gitu, tapi insya Allah bisa menginspirasi anda. Saya tidak mengurangi atau mengedit sedikitpun dari versi aslinya (hanya menceritakan ulang). Selamat membaca...

===
Menjelang hari H, Nania masih saja sulit mengungkapkan alasan kenapa dia mau menikah dengan lelaki itu. Baru setelah menengok ke belakang, hari-hari yang dilalui, gadis cantik itu sadar, keheranan yang terjadi bukan semata miliknya, melainkan menjadi milik banyak orang;

Papa dan Mama, kakak-kakak, tetangga, dan teman-teman Nania. Mereka ternyata sama herannya, kenapa? Tanya mereka dihari Nania mengantarkan surat undangan.


Saat itu teman-teman baik Nania sedang duduk di kantin menikmati hari-hari sidang yang baru saja berlalu. Suasana sore di kampus sepi. Berpasang-pasang mata tertuju pada gadis itu. Tiba-tiba saja pipi Nania bersemu merah, lalu matanya berpijar bagaikan lampu neon 15 watt.

Hatinya sibuk merangkai kata-kata yang barangkali beterbangan di otak melebihi kapasitas. Mulut Nania terbuka. Semua menunggu. Tapi tak ada apapun yang keluar dari sana. Ia hanya menarik napas, mencoba bicara dan? Menyadari, dia tak punya kata-kata!

Dulu gadis berwajah Indo itu mengira punya banyak jawaban, alasan detail dan spesifik, kenapa bersedia menikah dengan laki-laki itu. Tapi kejadian di kampus adalah kali kedua Nania yang pintar bicara mendadak gagap.

Yang pertama terjadi tiga bulan yang lalu saat Nania menyampaikan keinginan Rafli untuk melamarnya. Arisan keluarga Nania dianggap moment yang tepat karena semua berkumpul, sebab hingga generasi ketiga, sebab kakak-kakaknya yang sudah berkeluarga membawa serta buntut mereka.

Kamu pasti bercanda! Nania kaget. Tapi melihat senyum yang tersungging di wajah kakak tertua, disusul senyum serupa dari kakak nomor dua, tiga, dan terakhir dari papa dan mama membuat Nania menyimpulkan: Mereka serius ketika mengira Nania bercanda.

Suasana sekonyong-konyong hening. Bahkan keponakan-keponakan Nania yang balita melongo dengan gigi-gigi mereka yang ompong. Semua menatap Nania!

Nania cuma mau Rafli, sahutnya pendek dengan air mata mengambang di kelopak mata. Hari itu dia tahu keluarganya bukan sekedar tidak suka, melainkan sangat tidak menyukai Rafli. Ketidaksukaan yang mencapai stadium 4. Parah, Tapi kenapa? Sebab Rafli cuma laki-laki biasa, dengan pendidikan biasa, berpenampilan biasa, dengan pekerjaan dan gaji yang amat biasa..

Bergantian tiga saudara Nania mencoba membuka matanya. Tak ada yang bisa dilihat pada dia, Nania! Cukup! Nania menjadi marah. Tidak pada tempatnya ukuran-ukuran duniawi menjadi parameter kebaikan seseorang menjadi manusia. Dimana iman, dimana tawakkal hingga begitu mudah menentukan masa depan seseorang dengan melihat pencapaian hari ini?

Setahun pernikahan. Orang-orang masih sering menanyakan hal itu, masih sering berbisik-bisik di belakang Nania, apa sebenarnya yang dilihat dari Rafli. Jeleknya, Nania masih belum mampu juga menjelaskan kelebihan-kelebihan Rafli agar tampak dimata mereka.

Nania hanya merasakan cinta begitu besar dari Rafli, begitu besar hingga Nania bisa merasakannya hanya dari sentuhan tangan, tatapan mata, atau cara dia meladeni Nania. Hal-hal sederhana yang membuat perempuan itu sangat bahagia.

Tidak ada lelaki yang mencintai sebesar cinta Rafli pada Nania. Nada suara Nania tegas, mantap, tanpa keraguan. Ketiga saudara Nania hanya memandang lekat, mata mereka tak percaya.

Bisik-bisik masih terdengar, setiap Nania dan Rafli melintas dan bergandengan mesra. Bisik orang-orang di kantor, bisik tetangga kanan dan kiri, bisik saudara-saudara Nania, bisik papa dan mama. Sungguh beruntung suaminya. Istrinya cantik.

Cantik ya? Dan kaya! Tak imbang! Dulu bisik-bisik itu membuatnya frustasi. Sekarang pun masih, tapi Nania belajar untuk bersikap cuek tidak peduli. Toh dia hidup dengan perasaan bahagia yang kian membukit dari hari ke-hari.

Tahun kesepuluh pernihakan, hidup Nania masih belum bergeser dari puncak. Anak-anak semakin besar. Nania mengandung yang ketiga. Selama kurun waktu itu, tak sekalipun Rafli melukai hati Nania, atau membuat Nania menangis.

Bayi yang dikandung Nania tidak juga mau keluar. Sudah lewat dua minggu dari waktunya. Plasenta kamu sudah berbintik-bintik. Sudah tua, Nania. Harus segera dikeluarkan!

Mula-mula dokter kandungan langganan Nania memasukan semacam obat ke dalam rahim Nania. Obat itu akan menimbulkan kontraksi hebat sehingga perempuan itu merasakan sakit yang teramat sangat. Jika semuanya normal, hanya dalam hitungan jam, mereka akan segera melihat si kecil.

Rafli tidak beranjak dari sisi tempat tidur Nania di Rumah Sakit. Hanya waktu-waktu shalat lelaki itu meninggalkannya sebentar ke kamar mandi, dan menunaikan shalat di sisi tempat tidur. Sementara kakak-kakak serta orang tua Nania masih belum satu pun yang datang.

Anehnya, meski obat kedua sudah dimasukan, delapan jam setelah obat pertama, Nania tidak menunjukan tanda-tanda akan melahirkan. Rasa sakit dan melilit sudah dirasakan Nania per lima menit, lalu tida menit.

Tapi pembukaan berjalan lambat sekali. Baru pembukaan satu, belum ada perubahan, Bu. Sudah bertambah sedikit, kata seorang suster empat jam kemudian menyelamatkan harapan.

Kondisi perempuan itu makin payah. Sejak pagi tak sesuap nasipun ditelannya. Bang? Rafli termangu. Iba hatinya sang istri memperjuangkan dua kehidupan. Dokter? Kita operasi, Nia. Bayinya mungkin terlilit tali pusar.

Mungkin? Rafli dan Nania berpandangan. Kenapa tidak dari tadi kalau begitu? Bagaimana jika terlambat? Mereka berpandangan, Nania berusaha mengusir kekhawatiran. Ia senang karena Rafli tidak melepaskan genggaman tangannya hingga ke pintu kamar operasi. Ia tak suka merasa sendiri lebih awal.

Karena satu dan lain hal, maka cerita bersambung ke halaman >> Ini

2 comments :

  1. penyair cinta sepertinya neh,,heheh
    kunjungan perdana mas,semoga blognya sukses, tetapi kalau mau navdar blognya dibuang aja biar semakin seeip dech,
    dan tidak lupa saya ucapkan terimakasih sudah memasang link sahabat blogger 77

    ReplyDelete
  2. hahaha...ngggak juga sih, nyoba-nyoba lah. hehehe
    thanks yah :)

    ReplyDelete