Friday 7 March 2014

Ketulusan Cinta Yang Abadi (Kisah Nyata Romantis Part 2)

Ini Dia lanjutan kisah Ketulusan Cinta Abadi silakan disimak



Pembiusan dilakukan, Nania digiring ke ruangan serba putih. Sebuah sekat ditaruh di perutnya hingga dia tak bisa menyaksikan keterampilan dokter-dokter itu. Sebuah lagu dimainkan. Nania merasa berada dalam perahu yang diguncang ombak. Berayun-ayun. 

Kesadarannya naik turun. Terakhir, telinga perempuan itu sempat menangkap teriakan-teriakan disekitarnya, dan langkah-langkah cepat yang bergerak, sebelum kemudian dia tak sadarkan diri. Kepanikan ada di udara. Bahkan dari luar, Rafli bisa menciumnya. Bibir lelaki itu tak berhenti melafalkan dzikir. Seorang dokter keluar, Rafli dan keluarga Nania mendekat. Pendarahan hebat!

Rafli membayangkan sebuah sumber air yang meluap, berwarna merah. Ada varises di mulut rahim yang tidak terdeteksi, dan entah bagaimana pecah! Bayi mereka selamat, tapi Nania dalam kondisi kritis. Mama Nania yang baru tiba, menangis.

Sudah seminggu lebih Nania koma. Selama itu Rafli bolak balik dari kediamannya ke Rumah Sakit. Begitulah Rafli menjaga Nania siang dan malam. Dibawanya sebuah Quran kecil, dibacakannya dekat telinga Nania yang terbaring diruang ICU. 

Kadang perawat dan pengunjung lain yang kebetulan menjenguk sanak famili mereka, melihat lelaki yang berpenampilan sederhana itu bercakap-cakap dan bercanda mesra. Pada hari ke-37 do'a Rafli terjawab. 

Nania sadar dan wajah penat Rafli adalah yang pertama ditangkap matanya. Seakan telah begitu lama. Rafli menangis, menggenggam tangan Nania dan mendekapkannya ke dadanya mengucapkan syukur berulang-ulang dengan air mata yang meleleh.

Asalkan Nania sadar, semua tak penting lagi. Rafli membuktikan kata-kata yang diucapkannya beratus kali dalam do'a. Lelaki biasa itu tak pernah lelah merawat Nania selama sebelas tahun terakhir. 

Memandikan dan menyuapi Nania, lalu mengantar anak-anak ke sekolah satu persatu. Setiap sore setelah pulang kantor, lelaki itu cepat-cepat menuju rumah dan menggendong Nania ke teras, melihat senja datang sambil memangku Nania seperti remaja belasan tahun yang sedang jatuh cinta.



Ketika malam Rafli mendandani Nania agar cantik sebelum tidur. Membersihkan wajah pucat perempuan cantik itu, memakaikannya gaun tidur. Ia ingin Nania selalu merasa cantik meski seringkali Nania mengatakan itu tak perlu. 

Bagaimana bisa merasa cantik dalam keadaan lumpuh? Tapi Rafli dengan upayanya yang terus menerus dan tak kenal lelah selalu meyakinkan Nania, membuatnya pelan-pelan percaya bahwa dialah perempuan paling cantik dan sempurna di dunia. Setidaknya dimata Rafli. 

Setiap hari minggu Rafli mengajak mereka sekeluarga jalan-jalan keluar. Selama itu pula dia selalu menyertakan Nania. Belanja, makan di restoran, nonoton biioskop, rekreasi kemanapun Nania harus ikut. 

Anak-anak seperti juga Rafli, melakukan hal yang sama, selalu melibatkan Nania. Begitu bertahun-tahun. Awalnya Nania sempat merasa risih dengan pandangan orang-orang di sekitarnya. Mereka semua yang menatap iba, lebih-lebih pada Rafli yang berkeringat mendorong kursi roda Nania kesana kemari.

Masih dengan senyum hangat diantara wajahnya yang bermanik keringat. Lalu berangsur Nania menyadari, mereka, orang-orang yang ditemuinya di jalan, juga tetangga-tetangga, sahabat, dan teman-teman Nania tak puas hanya memberi pandangan iba, namun juga mengomentari, mengoceh, semua berbisik-bisik. Baik banget suaminya! 

Lelaki lain mungkin sudah mencari perempuan kedua! Nania beruntung! Ya, meimiliki seseorang yang menerima dia apa adanya. Tidak, tidak cuma dengan menerima apa adanya, kalian lihat bagaimana suaminya memandang penuh cinta. 

Tapi dia salah, sangat salah. Nania menyadari itu kemudian. Orang-orang di luar mereka memang tetap berbisik-bisik, barangkali selamanya akan terus begitu. Hanya saja bukankah bisik-bisik itu sekarang berbeda bunyi?

Dari teras, Nania menyaksikan anak-anaknya bermain basket dengan ayah mereka.. Sesekali perempuan itu ikut tergelak melihat kocak permainan. Yah, 22 tahun pernikahan. Nania menghitung-hitung semua, anak-anak yang beranjak dewasa, rumah besar yang mereka tempati, kehidupan yang lebih dari yang bisa ia syukuri. 

Meski tubuhnya tak berfungsi sempurna. Meski kecantikannya tak lagi sama karena usia, meski karir telah direbut takdir dari tangannya. Waktu telah membuktikan segalanya. Cinta luar biasa dari laki-laki biasa yang tak pernah berubah, untuk Nania.

Begitulah cinta dan ketulusan. Anda bisa merasakan kekuatan darinya ketika cinta itu berubah menjadi energi positif yang membangkitkan semangat hidup. Dan ketulusan, jangan anda mengabaikannya. Hal itulah yang mengikat cinta supaya menjadi abadi.

Terima kasih sudah berkunjung, semoga menginspirasi. Silakan share kalau seandainya bermanfaat.

5 comments :

  1. cerita-cerita abang neh sungguh menginspirasi buanget,,
    tetapi zaman sekarang tidak ada lagi cinta yang tulus, setuju gak bang..hehe

    ReplyDelete
  2. angel : Siapin tissue mbak :D
    Devi : Oh....itu mah pengalaman mbak aja kali yah? hehehe

    ReplyDelete
  3. sedikit pengalaman berubah menjadi trauma mas,,hehe

    ReplyDelete
  4. Oh...kalo itu sih obatnya yah menikah lah mbak... :D

    ReplyDelete